Tak lekang, agaknya, dari ingatan tentang sosok satu ini. Vakum satu periode, membuatnya gatal untuk bertaruh nasib di Pileg 9 April mendatang.
Poster, stiker, baliho para calon legislatif (Caleg) ramai menghiasi wajah Kota Mataram. Mulai kompetisi level Kota Mataram (DPRD Kota Mataram), DPRD Provinsi dapil Kota Mataram, DPR RI, hingga DPRD RI. Ditambah lagi, persebarannya tak hanya di pusat-pusat keramaian, bahkan sudut-sudut kota.
Calon-calon yang bakal maju pun beragam rupa. Laki-laki dan perempuan, sama-sama tak mau kalah. Dari penampilan: ada yang cukup matang dalam usia, paruh baya, hingga berparas imut. Ada pula sosok incumbent dan wajah-wajah baru.
Di antara sekian caleg tersebut, salah satunya sosok Muazzim dan sang istri, Fatmawati. Keduanya dari partai yang sama, Partai Amanat Nasional (PAN). Mantan legislator DPRD Provinsi NTB dari partai yang sama pada periode 2004-2009 lalu, ini kembali maju di lembaran periode mendatang, 2014-2019. Setelah pada Pileg 2009-2014 lalu terpaksa vakum karena gagal mendulang perolehan suara untuk kursi DPR RI.
Soal kendaraan (istilah dalam dunia politik), lelaki bernama lengkap Muazzim Akbar, ini bukanlah sekadar kader biasa. Apalagi buah dari penjaringan caleg dini (calon yang direkrut dari eksternal partai) oleh partai berlambangkan surya tersebut.
Nama besar sosok yang berlatar belakang pengusaha ini justru merupakan tokoh paling wahid di hirarkhi kepengurusan level regional NTB. Tepatnya sebagai Ketua DPW PAN NTB. Sepenggal sejarah, bahkan, menderetkan namanya dalam jajaran pionir pendiri perwakilan partai ini di Bumi Gora.
“Saya hanya ingin hidup saya bermanfaat bagi orang lain. Berusaha berkarya dan berbuat terbaik bagi semua, terutama daerah saya (NTB) ini,” tuturnya ditanya alasan majunya dalam pesta demokrasi mendatang.
“Soal takdir atau berhasil tidaknya, saya serahkan sama Yang di Atas saja,” imbuhnya seraya melontar filosofi dirinya yang tetap berpegang teguh pada optimisme.
Demikian pun ketika ditanya seputar rivalitas, Muazzim menyatakan tak sedikitpun terlintas sakwasangka. Semangat dan percaya diri yang terpupuk subur sejak dini inilah yang mengantarkannya berdiri tegar dan menghalau setiap arus negatif.
Penuh chemistery
Bagi segelintir orang terdekatnya, pribadi Muazzim bukan lah tipikal banyak bicara. Ditanya, maka dijawab seperlunya. Tak ingin neko-neko. Sesekali ceplas-ceplos jika selera humornya sedang menjalar dalam perbincangan. Sisi lainnya: ayah dari Eka Sulistiana dan Dwi Jaya Saputra, ini tidak gampang terombang-ambing oleh pengaruh manapun. Sangat terbaca sekali ketika reaksinya menyudahi isu lawan bicara yang menyinggung hal atau aib orang lain. “Biarkanlah orang, siapapun boleh bersaing selama bisa saling menghormati,” demikian biasanya ia menepis.
Bukan tanpa
Sukses yang direguk dalam karir dan bisnis saat ini, bukanlah tanpa daya atau jibaku. Semuanya justru bermetamorfosa melalui pertaruhan getir dan gumpalan kisah. Sebut saja, masa kecilnya yang sarat keterbatasan. Ekonomi, khususnya.
Dilahirkan dan dibesarkan di lingkungan keluarga tidak berada. Bisa dibilang kehidupannya sangat memprihatinkan. Kedua orangtuanya hanyalah petani biasa, dan berpenghasilan pas-pasan. Sementara saudaranya empat orang. Ia sendiri anak ke-empat.
Desa kelahirannya di sebuah dusun terpencil, Selanglet, namanya. Tepatnya di Desa Penujak, Kecamatan Praya Barat, 49 tahun silam. Namun demikian, jalan panjang yang dititi Muazzim ini menuntunnya ke sebuah keyakinan. Yah, keyakinan untuk maju dan berkarya bagi sesama. *
(Arwan)
Tidak ada komentar