x

Diskusi Publik PB PMII : Pemilu 2014, Upaya Perkuat Posisi Politik Rakyat

waktu baca 3 menit
Rabu, 27 Nov 2013 00:12 0 16 Redaksi

JAKARTA – Pemilu 2014 bukan sekedar reposisi kepemimpinan melainkan upaya memperkuat posisi politik rakyat. Demikian tema yang menjadi topik dalam diskusi publik yang dilaksanakan Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) di Jakarta (26/11) kemarin.

Ketua PB PMII, Agif Alghadri yang juga selaku koordinator pelaksana kegiatan tersebut mengatakan, diskusi publik yang dilaksanakan di kantor PB PMII itu dihadiri nara sumber, Malik Haramain (DPRRI F PKB), Ir Ali Wongso Halomoan (DPRRI F Golkar), Ray Rangkuti (Pengamat Politik) dan Afifudin (ketua JPPR Nasional).

Dalam diskusi itu disebutkan, “Pemilu dalam sejarah politik Indonesia selalu mengalami pasang surut dan trend yang berbeda dari pemilu sebelumnya. Pemilu 2014 mendatag dalam konteks partisipasi dan legitimasi politik rakyat dalam menentukan wakilnya, baik legislatif maupun eksekutif”.

“Potret Pemilu 2014 mendatang ditengah persaingan global yang semakin ketat, tidak hanya dijadikan reposisi kekuasaan, akan tetapi harus dijadikan pijakan dan parameter perubahan sosial serta terbebasnya Indonesia dari belenggu keterpurukan berbagai aspek kehidupan rakyat”.

Hasil pemilu kedepan diharapkan mampu melahirkan pemimpin bangsa yang merupakan wakil rakyat yang memiliki kemampuan memadai tentang mekanisme pasar global sekaligus memenangkan persaingan global yang bertumpu pada kesejahteraan rakyat.

Pemilu 2014 yang diselenggarakan pada 9 April mendatang harus dijadikan pijakan dalam mendorong proses perubahan sistemik dengan menjadikan parpol sebagai bagian dari aktor yang memerankan perubahan dalam konteks politik Indonesia, hingga terbentuknya sebuah kesadaran kolektif politik rakyat.

Lembaga politik yang sehat seharusnya berbasis pada sosial kontrak antara rakyat dengan caleg, sehingga rakyat tidak lagi dibodoh-bodohi saat memberikan aspirasinya sebelum dan pasca pemilu. Dalam konteks demokrasi Indonesia belum sepenuhnya mengalami pergeseran paradigmatik, pemilu 2009 lalu ditandai dengan maraknya trend transaksi politik (politik uang-red).

Fenomena tersebut diakibatkan oleh 3 hal yaitu, Parpol sebagai aktor penting instrumen demokrasi telah gagal melakukan pendidikan politik yang bertumpu pada cita-cita kesejahteraan rakyat. Kedua, sistem demokrasi yang dijalankan masih dalam pengertian demokrasi prosedural belum sepenuhnya menjalankan model demokrasi substansial dimana artikulasi kedaulatan politik rakyat hanya direfresentasikan oleh Parpol dengan kuota pemenuhan kursi legislatif. Dan ketiga, koalisi partai politik menjadi fenomena oligarki elit, tidak lagi dijadikan pijakan mendorong perubahan sosial yang bertumpu pada kesejahteraan.

Lemahnya sistem politik kenegaraan kita ditandai dengan masih merajalelanya, korupsi yang tidak berdaya. Bila dicermati berbagai arus politik menuju pemilu 2014 mendatang, tidak lebih dari sekedar mengulang problem masa lalu dimasa kini, lebih tepatnya Pemilu hanya sebagai euforia pesta elit dengan jargon demokrasi.

“Jika memaknai lebih jauh tentang demokrasi, tidaklah menjadi penting jika tidak dibarengi dengan kesejahteraan, sebab cita-cita tertinggi sebuah negara demokrasi adalah terciptanya kesejahteraan, kesetaraan dimata hukum, antara pemimipin dengan rakyatnya sebagai manifestasi terwujudnya alam berdemokrasi”.

(azami)


 

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    LAINNYA
    x
    x