Mataram, MATARAMnews – Aggota Komisi II DPRD Kabupaten Dompu, Ilham Yahyu pertanyakan soal bantuan program Bumi Sejuta Sapi (BSS) yang digelontorkan kepada 83 kelompok dengan nilai bantuan sekitar Rp. 13 Miliar. “Program bantuan BSS itu telah menyisakan masalah, diantaranya ada indikasi dibuatnya kelompok fiktif, seperti kelompok fiktif yang dibuat sebagai jatah pejabat, kelompok yang diberikan karena ada unsur kedekatan dengan birokrasi atau eksekutif, serta ada juga kelompok anggota Dewan, sehingga diduga kuat 50 hingga 60 persen bermasalah,” jelas Ilham.
Menurutnya, jika sekarang dilakukan pelacakan, apakah benar tidak kelompok penerima bantuan BSS itu, sebab sudah tidak bisa dilihat faktanya, bibit sapinya dimana, jumlahnya berapa, bagaimana pertumbuhan dan perkembangannya.
Ilham juga membeberkan, temuan awal kasus BSS oleh Komisi II DPRD Dompu telah ditangani pihak penyidik Kejaksaan Negeri Dompu. Semua saksi dan oknum pejabat, baik dari eksekutif dan legislatif juga akan segera dipanggil, karena indikasi keterlibatannya cukup kuat.
“Adanya konspirasi, dimana program BSS di kabupaten Dompu untuk tahun 2011 dinyatakan gagal, sebab dilaksanakan oleh mafia anggaran, penuh dengan rekayasa, serta adanya kelompok fiktif,” tegas Ilham Yahyu.
Sementara, untuk program BSS tahun 2012, terdapat lebih dari 300 proposal yang masuk, kemudian yang memenuhi unsur untuk dilakukan perifikasi sebanyak 156 kelompok, sedangkan untuk jumlah paket kelompok yang ditetapkan menerima bantuan sebanyak 27 kelompok dari hasil perifikasi sebanyak 156 kelompok.
Sedangkan dalam proses perifikasi dibentuk dua tim, yakni tim kabupaten sebanyak 9 orang yang kemudian melakukan ferifikasi dari struktur kelompok, kemudian untuk faktor pendukung seperti ketersediaan kandang dan pendukung kelayakan lainnya dilakukan oleh tim dari tingkat kabupaten. Dari 156 itu dalam proses perifikasi ditetapkan nilai (scoring) yang mengacu kepada petunjuk umum berdasarkan ketentuan yang dikeluarkan oleh Dinas Peternakan Provinsi NTB tentunya berdasarkan petunjuk Pusat.
Persoalannya, ketika tim sembilan mengajukan hasil (scoring), ironisnya kemudian pihak Dinas Peternakan Provinsi NTB menetapkan kelompok yang berhak menerima tersebut diluar dari scoring. “27 kelompok yang ditetapkan itu telah menyalahi scoring. Artinya temuan yang kami dapat yaitu ada kelompok yang tidak lulus justru diluluskan. Scoring yang lulus malah tidak diluluskan, yang memenuhi scoring juga tidak diluluskan dan ini merupakan skenario pihak Dinas Peternakan Provinsi NTB,” ungkap Ilham.
Dijelaskan juga, adanya temuan lain seperti, ditemukan ada tiga kelompok yang tidak memiliki daftar ditingkat kabupaten, tidak pernah diferifikasi tiba-tiba kelompok itu muncul dalam daftar yang lulus. “Inikan jelas menjadi pertanyaan kami, apakah ini merupakan kelompok gaib? dari mana datangnya kelompom ini,” tegasnya.
Menurut Ilham Yahyu, langkah awal yang telah dilakukan untuk menindaklanjuti temuannya yaitu, dengan meminta konsistensi dari Komisi II DPRD Provinsi NTB untuk segera melakukan pemanggilan, baik kepada Kepala Dinas Peternakan kabupaten Dompu maupun Kepala Dinas Peternakan Provinsi NTB, serta tim Sembilan untuk meminta keterangannya.
“Kita meminta agar segera direkomendasikan untuk dikasus hukumkan, sebab ini sudah jelas memiliki unsur pelanggaran terhadap petunjuk umum ketatanegaraan,” tegasnya.
Menurut Ilham juga, satu hal yang harus difikirkan ketika masyarakat yang sebelumnya telah mengeluarkan biaya hingga puluhan juta untuk menyiapkan berbagai persyaratan, seperti kandang dan lain-lainnya, sesuai syarat ketentuan pedoman umum tersebut, dengan harapan dilaksanakan ferifikasi dengan proses yang transparan, ternyata oleh pihak Dinas Peternakan Provinsi NTB diambil kebijakan yang bersifat sewenang-wenang dengan menetapkan yang diluar scoring itu.
Ironisnya lagi, tambah Ilham, bahwa dalam realisasinya, kelompok-kelompok tersebut menerima uang tunai, ini memberikan peluang yang besar untuk dilakukan persekongkolan antara kelompok penerima dengan sang pengambil kebijakan, yang patut disayangkan adalah bagaimana melakukan pengawasan jika mereka menerima bantuan dalam bentuk uang tunai. Sedangkan jika kita membahas tentang program, semestinya mereka diberikan barang yang dibutuhkan sesuai peruntukan dalam program tersebut, kemudian dapat dipastikan akan sangat mudah dalam melakukan pengawasan.
(kon-ln-lombok)
Tidak ada komentar