x

Kelembagaan dan Pertumbuhan Ekonomi

waktu baca 3 menit
Jumat, 16 Agu 2013 11:23 0 21 Redaksi

SETELAH Rasulullah diutus ke muka Bumi, tidak saja islam melahirkan pemikir-pemikir berlian dari masa sahabat sampai ulama-ulama jenius setelahnya, tapi juga melahirkan fondasi ekonomi negara yang stabil kala itu. Mengapa demikian? Allah lewat rasul-Nya mengawali dengan membangun cara pandang manusia untuk belajar, mengkaji dan memperhatikan kemaha besaran dan maha luasan penciptaan Allah. Sehingga islam benar-benar merubah peradaban Jahiliyah menjadi puncak peradaban manusia. Tidak salah Michael Hart memposisikan Nabi Muhammad sebagai orang paling berpengaruh di dunia.

Kekuatan islam sebenarnya terletak pada terintegrasinya aturan Allah dengan seluruh aspek kehidupan, ekonomi, politik maupun sosial. Dengan kata lain dalam membangun manusia dan negara, islam berfondasikan idiologi ketuhanan (God’s will) yaitu hanya berharap keridhoan Allah SWT. Di sinilah letak kekuatan itu.

Cara pandang, agama, nilai-nilai moral, budaya dan regulasi dalam konsep ilmu ekonomi dianggap sebagai tata kelembagaan (institusi), yang oleh pemikir institutional economics elemen itu seringkali mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu negara. Saya ingin mengungkap salah satu tokoh kelembagaan baru (New Institutional Economics), yang memenangkan nobel ekonomi 1993 terkait konsep kelembagaan ini. Dia adalah Douglass North.

Douglass North 

North Lahir di Cambridge, Massachusets Amerika Serikat pada tahun 1920 dan menamatkan SMA di Wallingford, Connecticut. Saat masuk kuliah, walaupun North diterima di Harvard University, namun ia lebih memilih kuliah di Universitas Callifornia Berkeley dan mengantarnya menjadi salah satu penerima nobel ekonomi. Di mana teorinya dalam ekonomi kelembagaan sangat penting dalam sejarah pemikiran ekonomi sampai dewasa ini.

Sebagai ekonom, North konsen menulis tata kelembagaan dalam ekonomi. Terbukti dari beberapa buku yang ditulisnya yaitu institutional change (1971) dan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat: sebuah sejarah ekonomi baru (1973). Substansi dari kedua buku itu adalah pentingnya kelembagaan dalam mempromosikan pertumbuhan ekonomi.

Salah satu perkembangan yang disorot North dalam buku itu adalah teknologi. North menganggap bahwa teknologi adalah transportasi baru yang tidak muncul secara spontan tetapi berdasar perubahan kelembagaan secara historis.

Namun demikian, kelemahannya adalah kelembagaan dalam jangka panjang tidak mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi. Sehingga, jawaban dari masalah itu adalah lewat buku North berikutnya yaitu: struktur dan perubahan dalam sejarah ekonomi (1981) dan buku kedua: lembaga, perubahan kelembagaan dan kinerja ekonomi (1990). Dalam buku pertama di atas North menjelaskan bahwa negara bertindak sebagai wasit kelembagaan yang mengatur dan menyediakan jasa, seperti keamanan dan keadilan, pertukaran dalam menggapai pendapatan dan lain-lain. Buku ke dua mengurai hubungan antara proses politik, bentuk kelembagaan dan kinerja ekonomi.

Politik market menurut North tidak efisien untuk pertumbuhan ekonomi karena kesulitan dalam mengukur dan menegakkan kesepakatan antara peserta (pemilih dan kandidat). Bagi North kemajuan ekonomi bukan hanya memilih lembaga yang tepat namun juga norma-norma informal seperti adat istiadat, kepercayaan, dogma, prasangka dan sebagainya.

Apa yang Bisa Dipetik 

Dari karya North di atas berimplikasi penting bagi pembangunan negara berkembang yang memiliki transisi ekonomi. Pembangunan ekonomi negara-negara maju selalu berawal dari tata kelembagaan yang kuat dan blue print pembangunan yang jelas. Namun di kebanyakan daerah di Indonesia nampaknya belum jelas tata kelembagaan yang harusnya menjadi fondasi pembangunan daerah. Artinya, daerah belum memiliki dasar aturan dan nilai-nilai lokal dalam membangun daerah.

Pasca reformasi, pembangunan ekonomi daerah seakan dibiarkan berkembang apa adanya tanpa nilai-nilai atau norma pendukung. Implikasinya tidak jarang masyarakat menolak program yang ditawarkan pemerintah. Semua pihak mencoba membangun dengan jalan masing-masing, sehingga terjadi divergensi perilaku.

Oleh karena itu, pemerintah dan masyarakat daerah perlu mendesain kembali tata kelembagaan yang hilang itu, yang disingkronkan dengan tujuan pembangunan ekonomi, sehingga pembangunan ekonomi daerah searah dengan cara pandang, idiologi atau nilai-nilai dalam masyarakat. Di situlah saya kira substansi pemikiran Douglass North.

(Oleh: Dr. M Firmansyah, Dosen Ilmu Ekonomi, FE Universitas Mataram)


Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    LAINNYA
    x
    x