x

Kepentingan Politik Sesaat

waktu baca 2 menit
Kamis, 29 Agu 2013 15:30 0 19 Redaksi

MELIHAT kejadian unjuk rasa berujung anarkis di Lombok Timur, seperti yang diberitakan media Mataramnews yang berjudul “Tolak Pelantikan Ali BD, Unjuk Rasa Massa Berujung Anarkis” dan berita media lainnya berkaitan dengan Pelantikan Bupati Lotim terpilih, hingga mengakibatkan terjadinya bentrok antar yang pro dan kontra, sungguh menyedihkan. Lebih-lebih yang menjadi korban adalah rakyat dan wartawan sebuah media yang sedang meliput aksi tersebut.

Dalam sebuah media ditulis pengakuan salah seorang yang ikut dalam aksi, yang pada awalnya hanya diajak naik mobil angkutan umum dengan tujuan ke Mataram, dan mareka dijanjikan akan diberikan makan dan uang sebesar Rp. 50 ribu. Jika janji pemberian uang itu benar seperti yang ditulis media lokal tersebut, sungguh menyedihkan perkembangan politik di Kabupaten Lombok Timur, dimana rakyat miskin hanya dimamfaatkan untuk kepentingan politik sesaat oleh kalangan-kalangan tertentu yang tidak rela melihat Lotim aman.

Sadar atau tidak, setiap pemilihan calon baik bupati ataupun gubernur tentu ada yang kalah dan ada yang menang. Yang kalah seharusnya ihlas menerima kekalahan, dan yang menang merangkul semua kalangan. Demikian juga dengan para pendukung pasangan calon sewajarnya menerima, apakah yang didukung itu kalah atau menang, bukan sebaliknya memamfaatkan masyarakat untuk melakukan aksi demo yang berujung anarkis.

Apakah eksistensi perpolitikan di Indonesia semakin berada pada titik nadir? Sejumlah survei menyebutkan bahwa para tokoh di negeri ini sudah kurang dipercaya lagi oleh rakyat. Tanpa rasa malu, mereka menjual kemiskinan rakyat hanya untuk kepentingan politik sesaat.

Rakyat sekedar objek politik bagi mereka yang berkepentingan. Akibat aksi demo tersebut, bahwa rumah salah seorang pengacara, H. Hulaen dilempar masa. Bukan itu saja, salah seorang wartawan harian Suara NTB, Rusli yang mengambil gambar juga jadi korban premanisme, hingga mengalami luka memar dibagian kepalanya. Beruntung wartawan tersebut dapat diselamatkan oleh seorang PNS sehingga tidak menjadi bulan-bulanan masa pengunjuk rasa.

Tindakan premanisme terhadap wartawan patut disayangkan dan perlu diusut tuntas oleh pihak kepolisian. Kekerasan terhadap wartawan di era reformasi ini masih saja terjadi, padahal kebebasan pers sudah diatur dalam UU nomor 40 tahun 1999, belum dipahami secara utuh oleh masyarakat.

Kami mengajak, mari kita hentikan kekerasan. Tumbuhkan rasa aman bagi semua warga. Selesaikanlah semua persoalan itu dengan duduk bersama. Ali BD sudah menang, dan SUFI juga sudah mengakui kekalahan. Apalagi yang perlu kita ributkan. Kalau tidak kita yang menajaga kenyamanan dan ketenteraman Lotim, siapa lagi. Kalau tidak mulai dari sekarang kapan lagi???


Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    LAINNYA
    x
    x