Kata yang sangat tepat diungkapkan untuk menggambarkan keadaan Mahkamah Konstitusi adalah miris, terhadap keberingasan masa yang merangsek masuk dan menyerang ruangan sidang Mahkamah Konstitusi Kamis 14 November, kemarin. Apa jadinya jika tempat ‘’para wakil tuhan’’ bersidang yang seharusnya steril dari intimidasi kini malah diobrak-abrik oleh masyarakat, sulit menggambarkan bagaimana tingkat kehormatan sebuah lembaga tinggi negara yang sudah tidak memiliki citra lagi dihadapan masyarakat.
Gejala seperti ini merupakan hal yang sangat tidak boleh terjadi, pada lembaga tinggi Negara yang menjadi tempat memutuskan berbagai sengketa dan perkara daerah serta lembaga penentu peraturan Negara. Yang menjadi pertanyaan besar publik hari ini adalah dimana para penegak hukum kita dan dimana aparat keamanan yang berjumlah ribuan di republik ini. Sistem yang diterapkan di negeri ini seperti apa sehingga mampu kecolongan sampai korsi dan seluruh ruangan sidang porak-poranda dihancurkan massa hanya dengan alasan menduga ada permainan dari oknum Mahkamah Konstitusi menyodorkan sebuah kertas kecil sehingga lantas dinilai sebagai bentuk konsfirasi antara hakim MK dan masayrakat yang akan Dimenangkan dalam kasus pemilukada Maluku. Korsi di rusak para hakim dikejar masa atribut didalam ruangan sidang dilempar dan dihancurkan. Dan parahnya lagi ketika pembacaan putusan oleh Hamdan Zuelva dan beberapa hakim MK.
Jika kita analisa insident ini terjadi karena masyarakat tidak percaya lagi dengan lembaga tinggi Negara ini. Massa yang dulunya tenang kemudian spontanitas melakukan tindakan anarkis karena ada dorongan dalam pribadinya yang kemudian dipenggaruhi oleh egositas dan amarahnya sehingga berbuat seperti itu. Seorang tidak akan mungkin bergerak jika tidak ada stimui atau rangsangan yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu, nah masa dari masyarakat Maluku ini kemungkinan berbuat seperti ini karena ada sesuatu hal yang dilihatnya memiliki kejanggalan seperti yang sudah disebutkan diatas tadi mengenai penyodoran kertas yang awalanya pembacaan putusan yang disampaikan dengan kaku kemudian ketika oleh salah satu Hakim Konstitusi.
Dalam ilmu komunikasi non verbal menunjukan adanya komunikasi loby melalui selembar kertas atau sering kita sebutkan dalam ilmu semeotika dalah komunikasi symbol. Namun yang menjadi misteri apa isi dari kertas yang kemudian diduga sebagai alat pemicu insident dan gesure atau gaya dari salah seorang Hakim Konstitusi ketika menyampaikan putusan tersebut. Idealnya untuk sebuah lembaga hukum tertinggi Negara yang setiap keputusan sidangnya bersifat final, mengikat dan tidak boleh diganggu gugat apalagi diintimidasi oleh oknum MK sendiri atau oleh masayrakat karena sudah diputuskan. Nah Mahkamah Konstitusi hari ini sudah kehilangan taringnya dimata masyarakat Indonesia yang sudah bosen dengan system dan persoalan hukum Negara ini yang tidak bersih.
Masyarakat awam akan berpandangan bahwa tidak ada lembaga yang bersih di negeri ini jika MK saja sudah mampu diobrak-abrik seperti ini bagaimana yang lain pikiran masyarakat kemudian akan pisimis dengan system hukum yang terjadi dan yang diterapkan diindonesia ini terutama pelayanan dan paraktiknya. Memang jika kita melihat peraturan perundang-undangan dalam Kitap Undang-Undang Hukum baik perdata dan pidana sangat jelas mengatur semua sistem peraturan dan hukum yang akan didapatkan oleh semua pelanggarnya namun praktiknya yang diduga sarat dengan kepentingan dan penyelewengan.
Cita-cita pemeritnah Indonesia yang akan membentuk sistem pemerintahan yang good and clean governance sangat jauh dari. Cita-cita ini kemudian hanya sekedar jargon yang digembar-geborkan pemerintah untuk memoles semua cacat yang dimiliknya selama ini. Belum sampai disana melihat phenomena dan penelanjangan lemabaga tinggi Negara MK dengan aksi pengerusakan ini.
Sistem pelayanan kita sepertinya harus dilihat juga bagaimana system pelayanan baik hukum dan pelayanan publi diruang sidang betul-betul harus di perketat dan masayrakat dilayani sesuai dengan aturan yang sudah ditetapkan. Namun melihat kejadian di ruang sidang MK bahawa sitem keamanan yang diterapkan sangat longgar semestinya aparat kepolisian menempatkan personinya disetaiap sudut yang disinyalir rawan terjadinya tindakan anarkis sehingga langkah perefentif seperti cara polisi melakukan pelayanan keamanan ini dlakukan namun nyatanya hanya satu pintu metal detector yang ditempatkan di ruang masuk sidang MK dan hanya dijaga oleh 4 orang petugas kemanan. Hal ini sangat rapuh dari segi keamanannya.
Jika hal ini terus-terusa dilakukan oleh MK dengan permainan yang masih saja dilakonkan oleh MK maka sebaiknya mahkamah konstitusi diganti menjadi makamah kerakyatan biarkan masyarakat saja yang menenetukan hukumnya sendiri. Karena kita sebagai masayrat menilai bahwa kinerja lembaga tinggi Negara ini tidak mampu mengakomodir dan memberikan keadilan kepada masyarakat. Karena konsef yang masoh tertanam dari benak masayata adalah apa yang iangagapa baiak oelha baak oeranagga itu kemudian menjadi solusi terbaik. Nah jika MK tidak mampu menyelesaikan permasalah yang menjangkiti lembaganya bagaimana mau menyelesaikan kasus masyarakat Indonesia yang berjumlah jutaan orang.
Masyarakat nantinya akan membentuk sendiri mahkamah kerakyataan yang akan mengadili sendiri setiap aturan dan mengesahkanya untuk kemudian menjadi hukum, Masyarakat. hal ini sama dengan sistem yang diterapkan oleh masyarakat didesa tau lebih kita kenal dengan awik-awik (tata tertib desa). Selama ini jika sebelumnya MK menggelar persidangan semua menghormati jalanya sidang setiap yang hadir harus menundukan kepala sebagai bentuk rasa hormat mereka namun ketua MK yang sangat dihormati kini sudak hancur dan tidak memiliki makna yang berarti dimata rakyat Indonesia. Entah kenapa mungkin masyarakat yang beringgas ini kemudian menelanjangi dan memporak-porandakan MK atau mungkin ini juga ada keterkaitannya dengan kasus Akil Muhtar yang selama ini menjadi duri dalam daging dan menjadi bom waktu yang akan menghcurkan wibawa dan sistem lembaga Negara ini.
Apa jadinya jika ini terjadi dinegara ini. Supremasi hukum tidak akan pernah terlaksana jika masalah internal dan maslah MK kali ini belum bisa diselasaikan oleh sang perisident selaku orang nomor satu dinegeri ini. President SBY harus mengambil langkah tegas dengan insident ini dengan membentuk panitia khusus untuk menangani masalah MK ini. Ataukah pemerintah harus meninjau kembali lembaga tinggi ini untuk kemudian dibubarkan dan membentuk lagi sebuah lembaga yang terdiri dari unsur yang terkait maslah hukum dan undang-undang.
MK hari ini Harus diselamatkan oleh pemerintah jika tidak mau digantiikan oleh lembaga masyarakat yaitu Mahkamah kerakyatan oleh masyarakat Indonesia sendiri. Dan jangan sekali-kali para petinggi MK terutama patrialis akbar memberikan stetment yang mengatakan ‘’walapun seluruh masyarakat maluku akan menyerbu MK maka tidak akan merubah putusan yang akan dikeluarkan oleh MK’’. Nah stetment ini akan memicu kembali aksi massa dari pendukung calon gubernur yang kalah sehingga insident yang jauh lebih besar lagi akan terjadi atau bahkan kantor MK bisa saja dirubuhkan oleh jutaan masyarakat yang sudah bosan melihat trik dan permainan yang berlangsung digedung MK tersebut.
Perlu kita pahami bersama walaupun para petinggi MK atau pemerintah memiliki power untuk menentukan kebijakan, namun tanpa dukungan masyarakat maka kebijakan itu hanya sebuah tulisan dan wacana belaka, dan akan menemukan kebuntuan dididalam pelaksananya. Oleh karena itu
kemitraan masayarakat dan pemerintah dalam menentukan dan mengurangi pelanggaran hukum terutama korupsi yang kini menjangkiti MK dan lembaga serta para pejabat. Kita harus bisa bekerjasama dalam menhyelesaikan permasalahan ini denga cara etis sesuai dengan adat ketimuran. Sehingga terbinanya masyarakat adil makmur sentosa yang akan diridhoi oleh tuhan yang maha kuasa.
(Muzakir lembaga pers HMI DIPO)
Tidak ada komentar