MATARAMnews (Mataram) – Jaksa Penuntut Umum (JPU), hanya menuntut 18 bulan saja kepada mantan Bupati Dompu yang berkuasa sejak tahun 2005 hingga 2010 lalu, karena diduga terlibat dalam kasus korupsi pengadaan mobil hibah dari pemerintah Jepang. Dalam persidangan dengan agenda pembacaan tuntutan yang di gelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Mataram, Senin (7/11/2011) sore.
{xtypo_info} FOTO : Suasana persidangan mantan Bupati Dompu, Syaifurrahman Salman SE, diponis 18 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Mataram {/xtypo_info}
Dalam amar tuntutannya, JPU yang dibacakan oleh Budi Tridadi SH dan Siti Salmah dalam persidangan yang dipimpin oleh Majelis Hakim yang diketuai oleh Efendi Pasaribu SH dengan hakim anggota, Fathurrozi SH dan Muhammad Idris Moh Amin SH, menyebutkan bahwa terdakwa Saifurrahman Salman SE terbukti telah melakukan perbuatan yang dilarang sebagaimana telah diatur dalam pasal 3 Jo pasal 18 Undang-undang No 31 tahun 1999 sebagaimana telah dirubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi, Jo pasal 55 KUHP.
”Terbukti melakukan tindak pidana maka terdakwa dituntut 1,6 tahun penjara, terdakwa diharuskan juga untuk membayar denda sebesar Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan dan juga diharuskan untuk membayar uang ganti rugi sebesar Rp 181 juta pada pemerintah Dompu, ”ucap Budi Tridadi, saat membacakan amar tuntutan.
Jadi dari dakwaan JPU atas terdakwa maka hanya dakwaan subsider terbukti sebagaimana diatur dalam pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU no 20 tahun 2001, yaitu dimana setiap orang memperkaya diri sendiri dan menyalahgunakan wewenang serta merugikan Negara.
Sedangkan dalam dakwaan primer JPU, yang mendakwa terdakwa dengan pasal 2 (1) UU No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU no 20 tahun 2001. Jo pasal 55 KUHP tidak dapat dibuktikan.
Akibat dari perbuatan terdakwa ini Negara telah dirugikan sekitar Rp 181 juta sedangkan dari hasil perhitungan BPK perwakilan Denpasar, nilai kerugian Negara secara keseluruhan sebesar Rp 543 juta lebih. Ironisnya lagi dari dua unit mobil hibah dari pemerintah Jepang tersebut mobil jenis mini bus hingga saat ini belum memiliki dokumen seperti STNK dan BKKB sedangkan mobil penyedot tinja sendiri diketahui sudah memiliki dokumen.
Sebagaimana diketahui bahwa seharusnya pengadaan mobil hibah dari harus sesuai atau sejalan dengan aturan yang telah ditetapkan dalam Peraturan pemerintah (PP) no 7 tahun 2003 lalu tentang hibah dari Luar Negeri, dimana setiap mobil hibah harus terlebih dahulu ada persetujuan dari pemerintah pusat Cq Menteri Keuangan.
Sementara itu satu terdakwa lainnya atas nama Candradinita mantan Kabag Umum Setda Dompu dalam kasus yang sama yaitu pengadaan dua unit mobil hibah yaitu, jenis mini bus dan mobil penyedot tinja di kabupaten Dompu tahun 2008 lalu telah dijatuhkan vonis selama 2,3 tahun penjara dari tuntutan JPU 4 tahun penjara.
Dimana diketahui bahwa kasus ini bermula dari rencana pengadaan mobil dinas di Pemkab Dompu tahun 2008 silam dengan alokasi anggaran sebesar Rp750 juta. Namun di saat bersamaan, Pemkab juga menerima bantuan hibah dua unit mobil dari pemerintah Jepang. Anggaran pembelian mobil dinas tetap dicairkan, sementara fisik mobilnya diduga menggunakan mobil hibah Jepang..
Kasus ini sebelumnya ditangani penyidik Polres Dompu sejak dilaporkan salah satu LSM di Dompu, Forum Solidaritas Petani (Fortani) Dompu pada 18 Agustus 2009 lalu.
Namun kasus ini diambil alih Polda NTB sejak Juni lalu karena kasus ini melibatkan rekanan Pemda Dompu, PT Pertiwi Guna dari Jawa Timur, sehingga Polda ambil alih agar bisa koordinasi lebih mudah dengan Polda Jatim.
(Laporan : Joko | Mataram)
Tidak ada komentar