MATARAM, mataramnews.co — Kelompok mafia tanah melibatkan tiga kekuatan laten, yaitu pengusaha atau kaum kapitalis, persekongkolan dengan oknum Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang korup, dan oknum penegak hukum yang berengsek. Ketiga kekuatan laten mafia tanah ini diistilahkan oleh Komite I DPD RI.
“Tiga kekuatan laten mafia tanah sedang mengepung negara kita”, kata Beny Ramdani, Wakil Ketua Komite I DPD RI, saat hadir di Kampus Uniersitas Mataram (Unram) dalam kegiatan Komite I DPD RI melaksanakan Uji Sahih RUU Pertanahan bekerjasama dengan Fakultas Hukum Unram, kemarin.
Menurut Beny, atas kebeningan investasi serius dan nilai jual objek pajak yang meningkat inilah yang menjadi sasaran para kelompok mafia tanah dengan investasi, bahkan juga karena mereka memiliki modal dan keinginan menguasai tanah.
Jika kekuatan laten ini bersatu, kata dia, maka kekuatan dari mana yang akan mampu mengalahkannya. Sehingga RUU Pertanahan ini mendorong negara harus berbuat dan tidak boleh dikalahkan oleh kaum kapitalis atau pemilik modal dan koruptor.
Disebutkan Beny juga, seperti misalkan di setiap persidangan kasus tanah antara rakyat biasa dengan pengusaha (kaum kapitalis). Persidangan tidak pernah memenangkan rakyat biasa namun justru lebih membela dan memenangkan kaum kapitalis.
“Kami sepakat agar prioritas prolegnas menjadi perioritas di tahun 2015 ini. Secara prinsip hal-hal yang kita paksakan berkaitan dengan bagaimana kita mengokohkan posisi negara, dan negara tidak boleh kalah oleh kekuatan koruptor, kaum kapitalis, dan oknum penegak humum berengsek”, imbuhnya.
Karena itu, Komite I DPD RI memaksa pemerintah untuk hadir dalam bentuk membuat kebijakan terkait pegurusan tanah yang memihak kepada masyarakat kecil atau tidak mampu.
“Negara kita ini sangat tragis, sebab hampir setiap menit petani kita beralih profesi, karena kehilangan tanah lahan pertaniannya. Ironisnya pemerintah tidak peduli terhadap rakyat kecil, dengan membiarkan begitu saja konflik-konflik pertanahan antara masyarakat dengan negara. Dan yang paling tragis lagi kasus tanah antara masyarakat dengan kaum kapitalis”, katanya.
Dikatakan Beny, kendati kewenangan DPD RI yang sangat terbatas, terkait persoalan tanah itu namun akan tetap komitmen untuk membantu masyarakat dengan ikhtiar politik, serta tetap akan amankan konstitusi bersama masyarakat.
Beny berujar, jika Rancangan Undang Undang (RUU) Pertanahan tidak berwujud menjadi Undang Undang (UU), maka ekspektasi dan harapan masyarakat yang begitu besar akan terkapar. “Sebelum dilaksanakan pembahasan di tripartit maka kita menyerahkan semuanya ini kepada Tuhan. Masyarakat yang menilai, selanjutnya kepada sejarah nantinya”, ujar Beny.
Sementara itu, kegiatan Uji Sahih RUU Pertanahan oleh Komite I DPD RI di aula kampus Unram itu, dibuka Wakil Gubernur NTB, HM. Amin. Selain dihadiri Wakil Ketua Komite I DPD RI Beny Ramdani, juga dihadiri anggota DPD RI dapil NTB, Hj Rabiatul Adawiyah, serta dihadiri dari berbagai kalangan terutama para dosen dan mahasiswa hukum.
Kegiatan tersebut dilaksanakan di NTB, karena menurut Komite I DPD RI, sudah melalui proses pembahasan yang cukup panjang. “Kasus tanah di NTB ini adalah salah satu kasus yang menarik. Konflik antara masyarakat dan pengusaha hingga menimbulkan adanya korban jiwa”, katanya.
Seperti, kata dia, kasus lahan di salah satu kawasan wisata yang dikuasai pengusaha. Untuk mempertahankan lahan tersebut pihak pengusaha memobilisasi masyarakat atas nama kepentingan umum, tapi penguasaan lahan negara oleh pengusaha juga banyak ditelantarkan. “Negara lemah, apalagi pemerintah daerah tidak memiliki kekuatan untuk melawan korporasi kaum kapitalis atau pemilik modal itu”, katanya.
Karenanya, lanjut dia, saran dan usulan DPD RI untuk menjadikan negara kuat dan pemerintah daerah juga kuat tentu dengan amunisi agar bertangan besi ketika berhadapan dengan para pemilik modal.
Dia berharap, landreform yaitu kebijakan yang berpihak kepada rakyat terutama masyarakat miskin, harus diprioritaskan kepada mereka, meskipun dalam bentuk hak pakai seperti untuk perkubunan masyarakat. “Semua ini kembali kepada political will, apakah pemerintah hadir menjadi wakil rakyat ataukah menjadi antek kaum kapitalis”, katanya.
Laporan : Azam
Editor : Guswan Putra
Tidak ada komentar