Dinas Terkait Saling Lempar Tanggung Jawab
Sumbawa, MATARAMnews – Kegiatan perusahaan PT. Bunga Raya Lestari (PT. BRL) dan PT. Lancar Sejati (LS) selaku pemilik crusher dan AMP (pemecahan batu dan pengolahan aspal) di sejumlah Kecamatan di Sumbawa, terus saja beroperasi. Sentimen beberapa dinas terkait soal perizinan operasional mesin itu bak ‘Anjing Menggonggong Kafilah Berlalu’ alias tidak digubris.
Bahkan, belum didapatkan kelengkapan perizinan mesin crusher dan AMP milik 2 perusahaan besar yang bergerak di bidang jasa kontraktor di Sumbawa itu, menimbulkan kecurigaan. Akibatnya, baik itu KPPT, Distamben maupun Dinas PU, saling lempar tanggung jawab.
Dinas Pertambangan dan Energi, yang disebut-sebut berwenang memberikan rekomendasi bagi perusahaan, mengaku bukan kewenangannya. Kadistamben, Ir. A. Rahim, menegaskan, pihaknya sama sekali tidak berwenang memberikan rekomendasi bagi perusahaan crusher dan AMP. Sebab kegiatannya bukan pertambangan atau menggali bahan mineral. Mengenai crusher dan AMP tersebut tandas Kadistamben, merupakan kewenangan dari Dinas Pekerjaan Umum.
Ia juga menyebutkan, sejauh ini kontribusi dari kegiatan pemecahan batu dan pengolahan aspal tersebut mengalir ke PAD melalui pembayaran pajak mineral bukan logam dan batuan sesuai ketentuan dalam UU nomor 4 tahun 2009 tentang Minerba.
“Kami tidak berwenang dengan crusher itu. Kecuali dalam satu lokasi usaha juga ada kegiatan pertambangan galian C,” ungkap Kadistamben.
Sebelumnya, Kepala KPPT, Zulkifli, S.Sos., menyatakan, bahwa sejumlah perusahaan crusher dan AMP yang beroperasi di Sumbawa belum mengantongi ijin. Salah satu syarat untuk menerbitkan ijin tersebut yakni rekomendasi dari intansi tehnis salah satunya Dinas Pertambangan dan Energi.
Perusahaan crusher dan AMP yang sejauh ini belum mengantongi ijin yakni PT Bunga Raya Lestari milik Bambang Koko dan PT Lancar Sejati milik Hartono, yang beralamat di Dompu. Khusus PT Lancar Sejati yang beroperasi di desa Muer dusun Kalepe, mendapat penolakan dari masyarakat setempat. Namun kegiatannya tetap berlanjut, bahkan diduga melakukan intimidasi kepada masyarakat yang menentang kegiatan perusahaan itu.
Sementara itu, DPRD Kabupaten Sumbawa yang membidangi pengawasan terhadap proses pelayanan perijinan dan aparatur birokrasi, menyesalkan atas kegiatan perusahaan stone crusher atau pemecah batu dan pengolahan aspal (AMP) di Kabupaten Sumbawa.
Ketua Komisi I, Syamsul Fikri, Sag, Msi, menyesalkan sikap dinas teknis yang tidak pro aktif. Dia menganggap SKPD bersangkutan ‘tidur lelap’ mengenai persoalan ini, lantaran sejumlah perusahaan yang beroperasi di bidang itu belum mengantongi ijin. Padahal, kegiatannya telah berlangsung setahun. Bahkan pemerintah daerah melalui Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu (KPPT) mengakui hal itu.
Syamsul Fikri, menegaskan, mestinya kegiatan illegal tersebut tidak boleh dibiarkan, sebab aktifitas yang selama ini berjalan tidak sesuai dengan prosedur hukum. Apalagi di satu sisi, pemerintah menarik pajak dari hasil kegiatan perusahaan tersebut, yakni melalui pembayaran pajak mineral bukan logam dan batuan sesuai ketentuan dalam UU nomor 4 tahun 2009 tentang Minerba.
“Ini lucu, kok pemerintah berdiam diri, mereka belum punya ijin. Kok juga ditarik pajaknya,” ujar Fikri sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
Ia menilai aparatur di daerah ini tidak konsisten dalam menjalankan ketentuan di lapangan.Untuk itu pihaknya menekankan agar proses perijinan disesuaikan dengan mekanisme yang ada.
Ia menambahkan, mestinya intansi teknis turun lapangan untuk melakukan crossceck. Ia berharap persoalan ini justeru menimbulkan polemik di tengah masyarakat. Seperti halnya yang terjadi di Dusun Kalepe Desa Muer, terkait keberadaan PT. Lancar Sejati yang kegiatannya ditolak masyarakat setempat.
“Jangan menyelesaikan masalah ketika timbul konflik horizontal di masyarakat. Selesaikan sebelum timbul masalah,” tegasnya.
(kon-ln-wartapost-sumbawa)
Tidak ada komentar