MATARAM – Pejabat dilingkup provisni Nusa Tenggara Barat diminta berinovasi dalam program tapi jangan berinovasi dalam hal keuangan. Penegasan tersebut disampaikan kepala Bappeda NTB, DR. H. Rosiadi Sayuti ketika membuka training penguatan konten pemberitaan transparansi dan advokasi anggaran publik, di hotel Lombok Raya Mataram, (19/8/2013).
Terkait dengan SPJ, bila dibandingkan dengan negara-negara maju jauh berbeda dengan negara kita. “Kalau di negara maju, cukup SPJ penggunaan anggaran dengan kuitansi asli, tapi di Indoensia selain kuitansi, juga harus diisi form SPJ. Jadi system pelaporan juga perlu dikritisi”, katanya.
Di Indonesia, lanjut Risoadi, penuntasan pemeriksaan penggunaan anggaran berlaku sampai 20 tahun, yang seharusnya tuntas pada tahun berikutnya. “Tugas masyarakat sipil mengkritisi system ini. Karena di Amerika, surat yang dikirim melalui email sudah dianggap surat resmi.
Namun di negera kita harus stempel basah”, tegasnya. Dikatakan, masalah yang sering juga muncul adalah masalah data yang seringkali menjadi perdebatan. Kendati UU sudah tegas mengatakan, bahwa data yang benar adalah data yang dikeluarkan oleh BPS. Tapi masih saja instansi lain berbeda datanya.
Training yang digelar Australia Indonesia Partnership For Decentralisation (AIDP), dan Supporting Decentralisation JPIP, diikuti oleh puluhan wartawan, kabag Humas dan Kominfo yang berasal dari KLU, Bima, Dompu dan Lombok Barat, mulai tanggal 19 – 21 Agustus 2013.
(ari/mataram)
Tidak ada komentar