x

“Memaknai kembali kemerdekaan RI ke 68, ketika negara dalam cengkeraman asing”

waktu baca 2 menit
Minggu, 18 Agu 2013 02:37 0 17 Redaksi

MATARAM – Kemerdekaan seperti yang telah dicita-citakan dan diamantakan oleh pendiri bangsa ini, baik kemerdekaan secara ekonomi maupun hukum belum sepenuhnya dicapai. Inilah benang merah yang bisa ditarik dari diskusi kamisan yang diselenggarakan oleh komunitas M+16 bekerja sama dengan PKC PMII NTB, dengan tema “Memaknai kembali kemerdekaan RI ke 68 ketika negara dalam cengkeraman asing”.

Diskusi yang menghadirkan pembicara nasional namun merupakan putra NTB tersebut diantaranya, Salamuddin Daeng dari Institut Global Jastice (IGJ) dan Sirra Prayuna SH, Advokat dan pengurus DPP PDIP, mengambil tempat di Markas M+16 dihadiri oleh para mahasiswa dari berbagai elemen, pada Sabtu (17/8/2013) malam.

Pada kesempatan tersebut, dalam pemaparannya Salamudin Daeng melihat kemerdekaan dari sisi ekonomi, bahwa 68 tahun usia kemerdekaan Indonesia, namun saat ini rezim yang berkuasa tampaknya gagal menjalankan cita-cita kemerdekaan sebagaimana yang diamanatkan pendiri bangsa.

“malah yang terjadi adalah sebaliknya, penyimpangan dan penghianatan terhadap konstitusi kian terbuka,” ungkapnya.

Menurutnya, salah satu bentuk penghianatan terhadap cita-cita proklamasi kemerdekaan dan UUD 1945 adalah diserahkannya kedaulatan negara, hak menentukan nasib bangsa sendiri ketangan rezim Internasional World Trade Organization (WTO).

Ini dianggap oleh Daeng bahwa negara kita yang sudah berusia 68 tahun belum merdeka secara ekonomi. Karena itu, sebagai bentuk pelaksanaan dari cita-cita kemerdekaan, maka negara harus memberikan perlindungan terhadap petani, buruh, industri nasional dan seluruh rakyat sebagaimana amanat proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, Pancasila dan UUD 1945.

Sementara itu, pengacara kondang, Sirra Prayuna SH yang melihat kemerdekaan dari segi hukum tersebut. Bagaimana memaknai kemerdekaan itu tidak pada apel ritual saja, tapi bagaimana bisa menyadari bagaimana kehidupan berkebangsaan kita.

Menurut Dia, pembangunan hukum di Indonesia punya harapan besar. “Saya optimis akan terbangun penegakan hukum di Indoensia,” harap Prayuna.

Optimisme pembangunan hukum tersebut bisa dilihat dengan dibentuknya lembaga-lembaga seperti Komisi Yudisial maupun pada kontek lembaga penegakan lainnya seperti KPK, hal ini dianggap dapat memberikan keyakinan dapat terlaksana.

“Yang lebih optimis lagi adalah adanya KPK yang sampai sekarang ini terus berupaya membasmi para koruptor. Hal itu menjadi nilai lebih optimis,” ujarnya.

Harapan ini tentu harus didukung terus agar bangsa ini menjadi lebih baik. Namun, fakta dan realita yang terjadi sekarang harus semampunya terus menerus dijadikan sebagai bahan motivasi untuk membawa negara lebih baik lagi.

(joko/mataram)


Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    LAINNYA
    x
    x