MATARAM – Dua Warga Negara Asing (WNA) dihukum penjara seumur hidup karena terbukti telah memasukkan atau mengimpor narkotika. Kedua warga negara asing Rolf Oskar Josef Schweikert (57) warga Jerman dan Kathlyn Dun (28) warga Afrika Selatan (Afsel) dihukum penjara seumur hidup dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Mataram, pada Rabu 1 Mei 2013 siang.
Dalam vonisnya, Majelis Hakim yang diketuai Pastra Joseph Ziraluo dengan dua hakim anggota, Jon Sarman Saragih dan Sudarmi menilai keduanya terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah yaitu, memasukkan atau mengimport narkoba tanpa izin ke Indonesia.
Keduanya dijerat dengan Pasal 113 ayat 2 UU nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika, namun keduanya lolos dari dakwaan primer yakni Pasal 114 ayat 1. Vonis yang diterima Rolf sama dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), I Gde Eka Swara sebelumnya.
Sementara itu vonis yang dijatuhkan kepada Kathlyn lebih tinggi dari tuntutan JPU sebelumnya. JPU menuntut janda beranak satu ini 20 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar.
Adapun hal yang memberatkan bagi keduanya adalah mengancam anak-anak, remaja, generasi muda dan masyarakat Indonesia. Mengakibatkan buruknya citra Indonesia terutama dibidang pariwisata khususnya di NTB. Tidak menyesal dan mengakui perbuatannya serta kejahatan keduanya adalah kejahatan lintas negara.
Sementara itu, hal yang meringankan kedua terdakwa adalah mereka tidak pernah melakukan kejahatan. Narkoba yang dibawa keduanya pun disita oleh negara untuk dimusnahkan. Barang berupa ponsel dan uang dari kedua terdakwa dikembalikan kepada keduanya.
Sebagaimana diketahui bahwa Rolf terbukti membawa narkotika golongan satu jenis hasis seberat 3,715. Rolf berangkat dari Nepal 10 Oktober 2012 dan transit selama sehari di Singapura sebelum tiba di Bandara Internasional Lombok (BIL) 13 Oktober lalu. Dari Singapura, dia menggunakan pesawat Silk Air nomor penerbangan MI-128.
Saat di BIL, petugas bea cukai mencurigai koper milik Rolf sehingga harus mendapat pemeriksaan ekstra. Benar saja, sebuah lempengan bungkusan yang diduga narkotika golongan satu jenis hasis seberat 3,7 kilogram atau senilari Rp 5 miliar lebih.
Sementara itu, Kathlyn terbukti membawa sabu seberat 2,633 kg atau senilai Rp 5 miliar. Ia membawa sabu itu berdasarkan suruhan rekanya untuk dibawa ke Senggigi, Lombok Barat. Untuk mengelabui petugas, sabu itu dimasukkan dalam dinding dua sisi koper berwarna merah yang telah disiapkan sedemikian rupa. Barang yang merusak otak dan mematikan itu akan diterima orang yang telah diatur pesuruh Kathlyn.
Kathlyn berangkat dari negaranya menumpangi pesawat Silk Air nomor penerbangan MI 128 rute Johanesberg, Afsel yang transit di Bandara Canghi, Singapura. Lalu melanjutkan perjalanan dan mendarat di BIL. Kathlyn diamankan sekitar pukul 19.00 Wita, Kamis 10 Oktober 2012 lalu begitu tiba di BIL.
Kathlyn ditangkap setelah koper warna merahnya terbaca analisis gambar pada monitor X-ray. Setelah dibongkar tim pemeriksaan bea cukai Mataram di BIL, didapatkan sabu pada dua bungkusan besar di dua sisi koper yang totalnya seberat 3,633 kg atau senilai Rp 5 miliar.
Atas vonis majelis hakim tersebut, penasehat hukum Rolf, Andre Rahmad mengatakan, kliennya masih pikir-pikir terlebih dahulu selama tujuh hari kedepan. Ia juga akan berkoordinasi dengan kedutaan Jerman untuk Indonesia.
“Yang jelas kami kecewa karena hukumannya berat, kami berharap klien kami bebas. Karena ia merasa tidak pernah memiliki dan membawa narkoba. Melainkan ada dugaan tasnya dimasukin orang lain saat transit di Singapura, itu terlihat pada tasnya yang rusak,” katanya.
Hal senada dikatakan penasehat hukum Kathlyn. Mereka kecewa dengan vonis majelis hakim yang menghukum kliennya lebih tinggi dari tuntutan jaksa. Pihak Kathlyn pun akan fikir-fikir apakah akan menempuh upaya hukum banding atas vonis majelis hakim.
(Joko)
Tidak ada komentar